KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga tugas individu “PENGGANTI FINAL” dengan tema pendidikan “PENGARUH PERUBAHAN SOSIAL
TERHADAP PENDIDIKAN”, dapat saya
selesaikan sesuai waktu yang ditargetkan.
Makalah ini saya susun untuk memberikan informasi kepada
pembaca mengenai Fenomena Pendidikan terhadap perubahan sosial, serta sebagai
bahan penilaian dalam menguji pemahan hasil belajar saya.
saya menyadari dalam makalah ini terdapat kekurangan ataupu
kesalahan, untuk itu saya mohon kritik demi kesempuranaan makalah selanjutnya.
Atas partisipasinya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum
wr,wb
Makassar, 6
januari 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................... 1
Daftar Isi................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 3
A.LATAR BELAKANG........................................................................................... 3
B.RUMUSAN MASALAH....................................................................................... 4
C.TUJUAN............................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 5
A.Pengertian Pendidikan.......................................................................................... 5
1.Pendidikan sebagai Suatu Sistem............................................................................ 6
2.Wajib Belajar 9 Tahun........................................................................................... 10
B.Perubahan Sosial.................................................................................................. 12
C.Pengaruh Perubahan Sosial
Pada Pendidikan........................................................... 13
BAB III PENUTUP................................................................................................. 14
A.Kesimpulan......................................................................................................... 14
B.Saran dan Solusi.................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pendidikan dan perubahan sosial, keduanya saling bertautan
satu dengan yang lain. Keduanya saling mempengaruhi, sehingga berdampak luas di
masyarakat. Pendidikan adalah lembaga yang dapat dijadikan sebagai agen
pembaharu/perubahan sosial dan sekaligus menentukan arah perubahan sosial yang
disebut dengan pembangunan mesyarakat. Sedangkan perubahan sosial yang terjadi
dalam masyarakat setiap kalinya dapat direncanakan dengan arah perubahan yang
ingin dicapai. Namun perubahan sosial juga dapat terjadi setiap saat tanpa
harus direncanakan terlebih dahulu disebabkan pengaruh budaya dari luar.
Pendidikan sejak dulu sampai sekarang merupakan hal
terpenting dalam hidup manusia. Pendidikan memberikan kemajuan pemikiran umat
manusia, sehingga taraf hidup mereka meningkat. Dalam perkembangannya dari
zaman ke zaman pendidikan berubah menjadi suatu sistem. Suatu sistem pendidikan
yang tersusun secara sistematis diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
No. 20 tahun 2003 tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11
ayat 1, yang menjelaskan bahwa pendidikan dilaksanakan melalui 3 jalur yaitu
pendidikan formal, nonformal,dan informal. Ketiga jalur pendidikan ini satu
sama lain saling berkait dan membutuhkan untuk melakukan perubahan sosial yang
terjadi di masyarakat kelak. Selain ketiga jalur tersebut anak-anak Indonesia
wajib menempuh pendidikan “wajib
belajar 9 tahun”, sebagai
program pemerintah dalam meningkatkan SDM masyarakat Indonesia.
Pendidikan mempengaruhi masyarakat yang pada akhirnya
terjadi perubahan sosial. Perubahan sosial sebagai bentuk inovasi yang
berkaiatan dengan seluruh aspek kehidupan manusia yang bertujuan meningkatkan
kemakmuran. Bermacam konsep perubahan sosial disodorkan para ahli dalam
menganalisis fenomena tersebut yaitu, konsep kemajuan sosial, konsep
sosialistik, konsep perubahan siklus, teori sejarah, teori pertikularistik,
toeri sosiologi serta sosiologi dan perubahan sosial.
Di masa depan pendidikan dalam prespektif perubahan sosial
banyak dikonsepkan oleh sebagian ahli, pendidikan adalah sebagai proses yang
dapat mengubah perilaku individu dalam konteks teori perubahan sosial akan
mempunyai dampak terjadinya perubahan baik pada tingkat individu sebagai agen
maupun tingkat kelembagaan yang mampu mengubah struktur sosial yang ada di
masyarakat. Diharapakn pendidikan dalam perubahan sosial dapat menghasilakn
generasi yang kritis serta solusif dalam menghadapi permasalahan sebagai bagian
perubahan sosial masyarakat dewasa ini dan selanjutnya.
Pendidikan ada dan hidup di dalam masyarakat, maka keduanya
memiliki hubungan ketergantungan yang erat. Pendidikan mengabdi kepada
masyarakat dan masyarakat menjadi semakin berkembang dan maju melalui
pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses pematangan dan pendewasaan
masyarakat. Maka lembaga-lembaga pendidikan harus memahami perannya tidak
sekadar menjual jasa tetapi memiliki tugas mendasar memformat Sumber Daya
Manusia (SDM) yang unggul.
Masyarakat ternyata tidak statis, tetapi dinamis, bahkan
sangat dinamis. Pada masa sekarang ini masyarakat mengalami perubahan sosial
yang sangat pesat. Isu postmodernisasi dan globalisasi sebenarnya ingin
merangkum pemahaman suatu perubahan yang sangat cepat dan dahsyat. Modernisasi
adalah proses perubahan masyarakat dan kebudayaannya dari hal-hal yang bersifat
tradisional menuju modern. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu kondisi
meluasnya budaya yang seragam bagi seluruh masyarakat di dunia. Globaliasi
muncul sebagai akibat adanya arus informasi dan komunikasi yang begitu cepat.
Sebagai akibatnya, masyarakat dunia menjadi satu lingkungan yang seolah-olah
saling berdekatan dan menjadi satu sistem pergaulan dan budaya yang sama.
Perubahan, kata Senge (1990) dalam Maliki (2010:276)
merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakkan, karena ia melekat, built in dalam
proses pengembangan masyarakat. Kebutuhan untuk bisa survive dalam
ketidakpastian dan perubahan menjadi tuntutan masa kini. Perubahan terjadi
begitu cepat dan luas, termasuk mengubah dasar-dasar asumsi dan paradigma
memandang perubahan.
Perubahan yang terjadi di masyarakat tentunya sangat
berpengaruh pada dunia pendidikan. Masalah-masalah sosial yang muncul di tengah
masyarakat juga dialami dunia pendidikan. Sosiologi pendidikan memainkan
perannya untuk ikut memformat pendidikan yang mampu berkiprah secara
kontekstual. Sistem, muatan, proses dan arah pendidikan perlu ditata ulang dan
diatur secara khusus sehingga mampu menjawab sekaligus bermain di arena
perubahan sosial tersebut.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Makalah ini dibuat untuk mengkritisi perubahan-perubahan
sosial dan dampaknya bagi dunia pendidikan. Maka masalah dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1.Apakah yang dimaksud dengan Pendidikan?
2.Apakah yang dimaksud dengan Perubahan Sosial?
3.Apa sajakah konsep-konsep perubahan social?
4.Bagaimana Eksistensi Pendidikan khususnya di Indonesia?
5.Bagaimana pengaruh perubahan sosial pada pendidikan,
khususnya di Indonesia?
C.
TUJUAN
1.Untuk mengetahui tentang pengertian Pendidikan
2.Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Perubahan Sosial
3.Untuk mengetahui konsep-konsep perubahan sosial
4.Untuk mengetahui Eksistensi Pendidikan khususnya di
Indonesia
5.Untuk mengetahui pengaruh perubahan sosial pada
pendidikan, khususnya di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan adalah upaya yang sadar dilakuakan untuk
meningkatkan kemampuan individu agar dapat menentukan kehidupan secara mandiri.
Definisi pendidikan sangat dipengaruhi oleh berbagai pola pikir dan paradigma
yang dianut, karena dengan paradigma tersebut seseorang akan mengikuti teori
dan menerapkan dalam kehidupan keseharian. Contohnya antara penganut paradigma “positivisme” dan “subjektivis”. Paradigma “positivisme”
mengembangkan teori pendidikan behavioris yang menekankan bahwa perilaku
manusia dapat diatur dan dikendalikan dengan menberikan pelatihan. Paradigma “subjektivis” mengembangkan teori humanisnya agar pere peserta
didik dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Pendidikan dalam pengertian modern diartikan sebagai proses
formal dan direncanakan dimana warisan kebudayaan dan norma-norma sebuah
masyarakat ditransmisikan dari generasi ke generasi, dan melalui tranmisi
warisan itu dikembangkan melalui penemuan ilmiah. Sedangkan pendidikan dalam
pengertian konvesional dipahami dengan memberikan meteri-materi kebudayaan
dimaksudkan agar pengetahuan anak tentang budaya manusia bertambah, jika
kegiatan tersebut dilanjutkan kepada usaha membentuk/membimbing kepribadian
anak.
Definisi pendidikan diartikan menurut paham atau aliaran
yang mereka anut. Analisis terhadap sistem pendidikan dapat dilakuakn dari
in-put, proses, out-put dan out-come. In-put sangat menetukan proses
pendidikan, dan proses akan menentukan out-put pendidikan. Out-come berpengaruh
terhadap perubahan sosial yang akan terjadi. Proses produksi pendidikan berbeda
dengan proses produksi sustu perusahaan dalam bidang industri, karena
pendidikan memerlukan waktu sangat panjang dan sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor yang tidak dapat segera terdeteksi secara dini, sehingga hasilnyapun
dapat dilihat di kemudian hari.
Pendidkan memiliki andil besar ndalam kehiduapan manusia,
oleh sebab itu berikut ini fungsi pendidikan yang berhungan dengan perbahan
sosial di masyarakat, yaitu:
1) Fungsi pendidikan sebagai perubahan sosial.
Pada fungsi ini pendidikan berperan sebagai pencetak
penemu-penemu baru dengan hasil temuan mereka akan mempengaruhi kebudayaan
masyarakat sehingga mengakibatkan perubahan sosial yang cukup menyeluruh.
Contohnya, penemuan komputer, rice cooker, pesawat terbang, televisi, listrik
generator, diessel dan sebagainya.
2) Fungsi memindahkan nilai-nilai budaya (trasformasi
kebudayaan).
Pendidikan dapat dirumuskan sebagai proses kegiatan yang
direncanakan untuk memindahkan pengetahuan, sikap, nilai-nilai,serta
kemampuan-kemapuan mental lainnya dari satu generasi ke generasi lebih muda,
seperti proses interaksi guru dan murid di kelas dan sekolah ataupun di kelompok-kelompok
warga belajar serta keluarga.
3) Fungsi mengembangkan dan memantapkan hubungan-hubungan
sosial.
Fungsi ini membentuk peserta didik lebih mengetahui,
memahami dan mengerti kelompok-kelompok sosial yang ada di lingkungan sosial
mereka. Dalam proses ini yang lebih berperan adalah pendidikan nonformal dan
informal, tetapi pendidikan formal juga mempengaruhi sebagai wadah pengembangan
secara akademis. Wajarlah kesempatan pendidikan terbuka lebar untuk mendudkung
keberhasilan pembangunan nasional. Hal ini berarti memperbaiki citra masyarakat
dari lingkungan primitif menuju ke masyarakat yang modern dan berpandangan luas
terhadap dunianya. Pendidikan membawa masyarakat ke arah perubahan yang menuju
ke perbaikan.
1.
Pendididkan
sebagai suatu sistem
Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 ayat 1, yang menjelaskan
bahwa pendidikan dilaksanakan melalui 3 jalur yaitu pendidikan formal,
pendidikan nonformal,dan pendidikan informal dimana ketiga jalur tersebut saling
melengkapi dan meperkaya. Pendidikan sebagai suatu sistem yang terorganisir
dengan baik serta memiliki proses tersendiri. Proses pendidikan adalah proses
pemberian stimulasi pada seseorangs ecara di sengaja untuk mendorong terjadinya
proses perkembangan manusiawi ke tingkat yang lebih baik. Arti perkembangan
manusiawi tersebut yaitu perkembangan yang bersangkut paut dengan hakekat
manusia.
Sistem pendidikan di Indonesia terbagi atas tiga jalur
dengan masing-masing jalur memiliki sistem tersendiri, yaitu:
a). Pendidikan formal adalah satuan pendidikan yang
diselenggarakan melalui sistem persekolahan yang memiliki ciri-ciri antara lain
terstruktur secara mapan, kurikulum diatur secara nasional, memiliki jenjang
yang mengikat, memiliki aturan yang ketat dalam prosedur penerimaan murid baru
(rekrutmen warga belajar), memiliki tata tertib yang ketat dalam proses
belajarnya.
b). Pendidikan nonformal adalah lembaga pendidikan di luar
sistem persekolahan merupakan jalur penyelenggaraan pendidikan yang berbeda
dengan pendidikan persekolahan. Jalur penyelenggara pendidikan nonformal
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.Tidak terlalu ketat sistem pembelajaran, baik dari segi
waktu, kurikulum, fasilitator, sumber belajar maupun tempat pembelajaran.
2.Kurikulum diusahakan dapat sesuai dengan kebutuhan
balajar.
3.Fasilitator dan sumber belajar diusahakan yang tersedia di
lingkungan sekitar.
4.Pengaturan waktu disesuaikan dengan waktu luang warga
belajar.
5.Tempat belajar disesuaikan tempat kedekatan warga belajar.
c). Pendidikan informal adalah pendidikan yang
diselenggarakan oleh keluarga dan berbagai satuan yang ada di masyarakat sesuai
dengan kebutuhan belajar masyarakat. Pendidikan informal memiliki ciri lebih
fleksibel dibanding jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
Contohnya; pendidikan dalam keluarga dapat menyelenggarakan pendidikan sendiri
di dalam keluarganya sesuai kebutuhan belajar yang dirumuskan dalam keluarga
tersebut berdasarkan filosofi dan pendangan hidupnya.
Dari ketiga jalur pendidikan tersebut memiliki perbedaan
yang sangat mencolok dalam jalur pendidikan informal dengan kedua jalur lainnya
terletak pada perancangan programnya.
a. Pendidikan Formal
Pendidikan persekolahan sebagai satuan pendidikan formal
dimulai dari jenjang pendidikan sekolah dasar sampai perguruan tinggi merupakan
jenjang yang mengikat karena masing-masing jenjang di bawahnya merupakan
persyaratan jejang selanjutnya. Yehudi cohen mengemukakan bahwa sekolah pada
jaman kuno muncul sebagai instrumen politik untuk mencapai tujuan-tujuan
politik. Sekolah yaitu suatu institusi yang disediakan untuk pembelajaran
dengan personil yang terspesilisasi, struktur fisik, yang permanen, peralatan
khusus (di mana buku-buku teks merupakan bagian penting), sarana-sarana
pembelajaran formal dan stereotip, sebuah kurikulum dan tujuan-tujuan khusus
yang didefinisikan secara optimal (Difusi Inovasi; hal 98).
Jenjang pendidikan formal seperti berikut:
1. SD (Sekolah Dasar), syarat melanjutkan ke,
2. SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), syarat
melanjutkan ke,
3. SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas), syarat melanjutkan
ke,
4. Perguruan Tinggi, Akademi, Sekolah Tinggi dan sebaginya.
Pendidikan formal memiliki jenjang tertentu yang ketat dan
mengikat. Oleh sebab itu mereka harus lulus di setiap tingkatan agar dapat
melanjutkan ke tingkat selanjutnya dan mengapai kesuksesan hidup bermasyarakat
dalam berbagai perubahan sosial yang terjadi. Persyaratan tersebut merupakan
keharussan bagi peserta didik di samping persyaratan lain yang lebih ketat sebagai
aturan yang diterapkan dalam penyelenggaraan sistem persekolahan, hal ini
ssangat berbeda dengan sistem pendidikan nonformal dimana tidak diberlakukan
secara ketat.
George Kneller menganggap bahwa munculnya sekolah memiliki
kaitan dengan kompleksitas organisasi sosial dan lembaga-lembaga sosial.
Semakin meningkatnya kompleksitas masyarakat, tranmisi keterampilan dan
pengetahuan secara spesilissasi dari generasi ke generasi yang tidak dapat
dipisahkan dari pendidikan tradisional, sehingga agen spesilisasi yang
menjalankan fungsi-fungsi tersebut adalah guru.oleh karena itu sekolah disebut
sebagai salah satu agen pembaharu (agent of change) pada perubahan sosial.
b. Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal menurut Coombs (1973) adalah aktivitas
pendidikan yang terorgasir di luar sistem pendidikan persekolahan baik yang
dilaksanakan secara serempak atau terpisah untuk melayani tujuan dan kebutuhan
belajar peserta didik. Dalam UU RI no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 12, dijelaskan bahwa pendididkan nonformal
adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang. Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 26 ayat
1 bahwa penyelenggaraan pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti,
penambahdan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat.
Berikut ini penjelasan dari pasal 26 ayat 1, yaitu:
1) Pengganti memiliki makna bahwa seseorang yang tidak dapat
menempuh pendidikan formal karena berbagai hal dapat menempuh jalur pendidikan
nonformal dan akan memperoleh penghargaan yang sama dengan pendidikan formal
setelah dilakukan penilaian sesuai dengan atuaran yang mengacu pada standar
nasional pendidikan (Pasal 26:6 Sisdiknas).
2) Pelengkap mempunyai makna bahwa pendidikan sepanjang
hayat berlaku kepada setiap warga negara, untuk selalu melengkapi pendidikan
nonformal sebelumnya.
3) Penambah bermakna seseorang yang sudah memperoleh
pendidikan tertentu dapat menmbah pendidikan dengan berbagai jenis yang ada
dalam jalur pendidikan nonformal.
4) Pengganti bermakna pendidikan tersebut menggantikan
program pendidikan formal pada jenjang tertentu yang tidak dapat diselesasikan
oleh peserta didik kkarena berbagai hal.bentuk sajian program untuk pserta
didik yaitu:
a. Program paket A (setara dengan pendidikan sekolah dasar).
b. Program paket B (setara dengan pendididkan SLTP).
c. Program paket C (setara dengan pendidikan SLTA).
Satuan pendididkan nonformal terdiri atas kursus, lembaga
pelatihan, pusat kegiatan belajar masyarakat, kelompok belajar, majelis taklim
dan sebagainya. Selain itu pendidikan nonformal juga memiliki berbagai jenis
kegiatan untuk warga belajar seperti, pendidikan anak terlantar, pendidikan
tuna warga, pendidikan wanita tuna susila, penyuluhan remaja, pendidikan khusus
korban narkotik, pendidikan khusus dalam penjara, dan sebagainya.oleh sebab itu
pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional sebagai bekal kehidupan mereka
kelak dan mampu serta siap menghadapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi
sebagai akibat dari fenomena-fenomena yang mereka lakukan dan terjadi tanpa
perencanaan dahulu.
Tipe ideal pendidikan formal dan nonformal.
a. Tujuan
1.Umum dan jangka panjang 1. Spesifik dan jangka pendek
2.Credential-based 2. Non Credential-based
b. waktu
1.Putaran waktu yang panjang 1. Putaran waktu yang pendek
2.Waktu penyiapan 2. Waktu pengulangan
3.Penuh waktu 3. Paroh waktu
c. Isi (content)
1.Masukan terstandar dan terpusat 1. Keluaran terpusat dan
individual
2.Bersifat akademik 2. Bersifat praktis
3.Peserta ditentukan oleh persyaratan penerimaan 3.
Persyaratan penerimaan ditentukan oleh peserta
d. Sistem penyampaian
1.Berdasarkan lembaga 1. Berdasarkan lingkungan
2.Terisolasi 2. Berhubungan dengan masyarakat
3.Diatur secara ketat 3. Diatur secara lentur
4.Berorientasi pada guru 4. Berorientasi pada peserta
5.Narasumber terproggram secara intensif 5. Narasumber
berbeda di masyarakat
e. Kontrol
1.Terkontrol secara eksternal 1. Terkontrol secara mandiri
2.Dikontrol secara hierarkis 2. Dikontrol secara demokratis
c. Pendidikan Informal
Dalam UU RI No. 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 1 ayat 13 dikemukakan bahwa Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan. Sedangkan pada pasal 27 ayat 1 dijelaskan bahwa
pendidikan informal adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Menurut Coombs (1973)
pendidikan informal dikatakan sebagai suatu proses sepanjang hayat (life long
process) bagi individu yang terkait dengan masalah pengetahuan, sikap, nilai,
dan keterampilan yang diperoleh dalam pengalaman hidup sehari-hari yang
bersumber dari lingkungan, baik dari keluarga atau tetangga, tempat bekerja,
tempat bermain, pasar, perpustakaan maupun dari media massa. Jadi pendidikan
informal adalah proses pendidikan yang diselenggarakan dalam keluarga atau pendidikan
yang terselenggara di dalam lingkungan masyarakat baik disengaja dalam proses
belajar atau berjalan dalam proses alami tanpa disengaja untuk belajar.
Karakteristik pendidikan informal antara lain tidak
terancang, tidak terorganisir, tujuan tidak dinyatakan secara eksplisit namun
proses pendidikan tetap berjalan sesuai dengan pola budaya dan falsafah hidup
yang dianut dalam keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat tempat mereka
berada.
Pendidikan informal berbeda dengan pendidikan formal dan
nonformal dilihat dari aspek tujuan, isi, waktu penyelenggaraan, sistem
penyelenggaraan, dan sistem pengawasannya. Dari sudut tujuan, pendidikan
informal tidak secara eksplisit tujuan disampaikan kepada warga belajar namun
tersirat bahwa tujuan pendidikan memang dicanangkan secara komprehensif pada
saat unit keluarga ingin membentuk norma keluarga. Dari sudut isi (content)
atau materi bahan ajar, pendidikan informal mempunyai acuan normatif yang
dikembangkan dari falsafah hidup keluarga yang umumnya berisi pola-pola budaya,
nilai hidup yang ingin disampaikan kepada anak-anak mereka sebagai peserta
didiknya.disamping itu juga terdapat materi pembelajaran yang bersifat praktis
sebagai bekal hidup setelah dewasa. Dari sudut waktu penyelenggaraan,
pendidikan informal sangat fleksibel dan tidak terikat oleh waktu.
Dari sudut sistem penyelenggaraan, pendidikan informal
terlaksana tanpa sistem, karena komponen sistem tidak secara eksplisit
dinyatakan dalam bentuk komponen sistem, misalnya seorang fasilitator dalam
proses pembelajaran pendidikan informal tidak terdapat kualifikasi secara jelas
sebagai seorang fasilitator. Sedangkan dari segi sistem pengawasan, pendidikan
informal tidak memiliki lembaga yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
proses pendidikan tersebut. Pengawasan pendidikan dalam keluarga sangat
tergantung pada tingkat keketatan atau kedisiplinan dalam keluarga tersebut.
2.
Wajib
Belajar 9 Tahun
a. Pengertian Pendidikan Dasar 9 Tahun
Yang dimaksud dengan pendidikan dasar menurut UU no. 2/89
ialah pendidikan yang lamanya 9 tahun, yang diselenggarakan selama 6 tahun di
sekolah dasar dan 3 tahun di SLTP atau satuan pendidikan yang sederajat. Dalam
pembukaan UUD 1945 tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Tujuan tersebut dioperasionalkan dalam GBHN setiap lima
tahun sekali dan rumusannya antara lain sebagai berikut: tujuan pendidikan
adalah untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan,
keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal
semangat kebangsaan dan cita-cita tanah air agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri. Sedangkan
dalam UU RI no. 20/2003 tujuan pendidikan dalam perkembangannya adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Untuk mengatur pelaksanaan pendidikan agar dapat tercapai
tujuan pendidikan tersebut telah dikeluarkan UU RI no.20/2003 dan perangkat
peraturannya yaitu Keppres no. 3 Th 2003, tentang Tunjangan Tenaga
Kependidikan, Keputusan Mendiknas no. 007/U/2003 tentang Sistem dan Mekanisme
Perencanaan Tahunan Depdiknas, Keputusan Mendiknas no. 034/U/2003 tentang Guru
Bantu, Keputusan Mendiknas no. 11/U/2002 tentang Penghapusan Ebtanas SD, SDLB,
SLBTD, dan MI, Keputusan Mendiknas no. 012/U/2002 tentang Sistem Penilaian di
SD, SDLB, SLBTD, dan MIN, Keputusan Mendiknas no. 044/U/2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Pendidikan dan Keputusan Mendiknas no. 125/U/2002 tentang
Kalender Pendidikan dan Jumlah Jam Belajar Efektif Sekolah.
Betapa penting arti pendidikan dasar bagi seluruh lapisan
masyarakat Indonesia yang sedang membangun bangsanya. Pelaksanaan pendidikan
dasar berdasarkan UU RI no. 20/2003 dan peraturan pemerintah yang menyertainya
mengharuskan masyarakat untuk terus meningkatkan belajar agar dapat memperoleh
banyak informasi tentang pembangunan masyarakat yang sedang berlangsung dan
memperoleh informasi dari dunia luar, mengetahui tentang bahaya yang bakal
menimpa dirinya dan banyak hal yang menyangkut kehidupan dalam masyarakat.
b. Kekuatan Pendidikan Dasar
Untuk melihat betapa pentingnya pendidikan dasar sebagaimana
diuraikan oleh UNESCO akan diuraikan beberapa butir yang terkait secara
langsung terhadap kesejahteraan manusia dalam berbangsa dan bernegara. Butir
tersebut adalah sebagai berikut:
1). Pertumbuhan Ekonomi (Ekonomic Growth)
Negara yang memiliki tingkt pendidikan dasar yang lebih
tinggi cenderung lebih baik dari negara yang memiliki tingkat pendidikan dasar
yang rendah.
2). Produktivitas Pertanian (Agricultuzal Productivity)
Pengaruh pendidikan dasar dalam bentuk persekolahan sampai
dengan kelas empat dapat dengan sendirinya meningkatkan tingkat produktivitas
pendidikan pertanian, dan peningkatan teknologi pertanian di negara berkembang
mencapai 8 sampai 10 persen.
3). Kematian Bayi (Infant Mortality)
Pendidikan dasar dapat menurunkan tingkat kematian bayi.
Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa para ibu memiliki tingkat pendidikan
dasar yang memadai dapat memperoleh pengetahuan tentang gizi, pemeliharaan
kesehatan, sehingga dapat memelihara kesehatan bayinya. Disinilah peranan
ibu-ibu untuk dapat menurunkan tingkat kematian bayi.
4). Pertumbuhan Pendudukan (Population Growth)
Pendidikan dasar dapat menurunkan tingkat pertumbuhan
penduduk. Studi di berbgai negara menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan masyarakat di suatu negara maka semakin rendh tingkat pertumbuhan
penduduknya. Hal ini disebabkan karena tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap
perann keluarga berencana, sehingga dengan sendirinya dapat menurunkan angka
kelahiran.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan di sini bahwa
pendidikan dasar mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam rangka mensukseskan
pembangunn bangsa. Oleh karena itu wajarlah kalu setiap negara membuat
undang-undang tentang wajib belajar. Demikian pula di Indonesia setelah melihat
keberhasilan melaksanakan wajib belajar usia sekolah dasr, sudah saatnya perlu
peningktan wajib belajar bagi usia SLTP (13-16 tahun).
c. Wajib Belajar 9 tahun
Sebagaimana telah dijelaskan dalam undang-undang no2/89
bahwa pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap kemampuan
serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk hidup
dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan
untuk mengikuti pendidikan menengah. Selanjutnya di dalam penjelasan
undang-undang tersebut yang dimaksud dengan pendidikan dasar ialah pendidikan
yang lamanya 9 tahun, diselenggarakan selama 6 tahun di sekolah dasar dan 3
tahun di SLTP atau satuan pendidikan yang sederajat.
d. Program Pendidikan Nonformal dalam Wajib Belajar 9 tahun.
Pendidikan nonformal dapat berfungsi menambah dan melengkapi
pendidikan yang tidak dapat diselenggarakan oleh jalur pendidikan sekolah.
Disamping itu pendidikan nonformal memiliki keluasaan jauh lebih besar daripada
pendidikan sekolah, untuk secara cepat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
yng senantiasa berubah. Konsep pendidikan nonformal yang lain yang menekan pada
program-program berdasarkan kelompok sasaran kegiatan dan ada yang menekankan
pada aktivitas program. Program pendidikan nonformal ada yang ditekankan pada
program berdasarkan kebutuhan, baik kebutuhan dasar untuk hidup dan kebutuhan
belajar masyarakat. Oleh karena itu dapat dikatakan pendidikan ninformal dapat
memerankan diri baik sebagai pengganti, pengisi maupun penambah pendidikan yang
dilaksanakan oleh pendidikan sekolah dalam rangka memenuhi wajib belajar 9
tahun.
B.
Perubahan
Sosial
Perubahan sosial adalah proses yang meliputi bentuk
keseluruhan aspek kehidupan masyarakat. Menurut pengamatan, perubahan sosial
telah menjadi titik kajian beragam ilmu yang sifatnya lintas disiplin.
Perubahan sosial adalah masalah teori-teori sosial yang dipakai untuk menerangi
fenomena perubahan sosial secara sepihak. Dalam banyak hal, ternyata teori,
substansi dan metodologi tidak bisa terpisah menjadi suatu sistem berpikir
untuk memahami fenomena perubahan sosial yang lengkap.
Perubahan sosial menggambarkan suatu proses perkembangan
masyarakat. Pada satu sisi perubahan sosial memberikan suatu ciri perkembangan
atau kemajuan (progress) tetapi pada sisi yang lain dapat pula berbentuk suatu
kemunduran (regress). Perubahan sosial dapat terjadi oleh karena suatu sebab
yang bersifat alamiah dan suatu sebab yang direncanakan. Perubahan sosial yang
bersifat alamiah adalah suatu perubahan yang bersumber dari dalam masyarakat
itu sendiri. Sedangkan perubahan sosial yang direncanakan adalah perubahan yang
terjadi karena adanya suatu program yang direncanakan, seringkali berbentuk
intervensi, yang bersumber baik dari dalam ataupun dari luar suatu masyarakat.
Perubahan yang direncanakan yang datang dari dalam masyarakat yang
bersangkutan, seringkali merupakan program perubahan yang dibuat oleh
sekelompok anggota masyarakat tertentu, biasanya para elite masyarakat, yang
ditujukan bagi kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
Gejala perubahan sosial yang masih relevan dalam tatanan
kehidupan masa kini adalah gejala modernisasi yang dicanangkan dunia Barat
untuk memperbaiki perekonomian masyarakat di negara-negara Dunia Ketiga. Dampak
modernisasi sangat luas, baik yang dianggap positif maupun negatif oleh
kalangan masyarakat di negara-negara Dunia Ketiga, baik yang berkaitan dangan
masalah ekonomi, sosial, politik, budaya dan ilmu pengetahuan. Modernisasi
sebagai fenomena perubahan mendapat respon yang beragam, bahkan dikritisi sebagai
westernisasi. Bagaimanapun sebuah masyarakat bukanlah 'bejana' kosong yang
begitu saja menerima hal-hal yang berasal dari luar, tetapi ia memiliki
mekanisme tertentu melalui norma-norma dan nilai-nilai tradisi (budaya) dalam
menangani dan menanggapi perubahan yang terjadi.
Dalam kaitannya dengan hal ini adalah peran para agen
perubahan (pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat) yang mampu mengantisipasi
berbagai perkembangan masyarakat sehingga mampu mengarahkan masyarakat untuk
berubah ke arah yang lebih baik.
C.
Pengaruh
perubahan sosial pada Pendidikan
Carut-marut situasi pendidikan di Indonesia memang tidak
lepas dari pengaruh perubahan sosial. Dan setiap berbicara mengenai pendidikan,
orang selalu berkonotasi sekolah formal. Meski tidak semuanya salah namun
konsep ini menisbikan peran pendidikan informal dan non formal, padahal
keduanya sama pentingnya. Dengan demikian keterpurukan pendidikan tidak boleh
didefinisikan sebagai kegagalan pendidikan formal semata. Kebobrokan sistem dan
perilaku sejumlah pemuka masyarakat dan negara, dengan demikian bukan dosa
sekolah semata.
Oleh sebab itu sekolah juga mendapat tempat yang istimewa
dalam pemikiran tiap orang dalam usahanya meraih tangga sosial yang lebih
tinggi. Sedemikian istimewanya hingga sekolah telah menjadi salah satu ritus
yang harus dijalani orang-orang muda yang hendak mengubah kedudukannya dalam
susunan masyarakat. Mudah diduga bahwa jalan pikiran seperti itu secara logis
mengikuti satu kanal yang menampung imajinasi mayoritas mengalir menuju sebuah muara,
yakni credo tentang sekolah sebagai kawah condrodimuko tempat agen-agen
perubahan dicetak.
Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat menyangkut
nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan,
lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, yang terjadi secara cepat
atau lambat memiliki pengaruh mendasar bagi pendidikan. Perubahan sosial tak
lagi digerakkan hanya oleh sejenis borjuis di Eropa abad 17 – 18 melawan kaum feodal, atau oleh kelas buruh yang
ingin mengakhiri semacam masyarakat borjuis di abad 19 untuk kemudian
menciptakan masyarakat nir kelas, atau oleh para petani kecil yang
mencita-citakan suatu land-reform. Juga lebih tak mungkin lagi keyakinan bahwa
perubahan hanya dimotori oleh kaum profesional yang merasa diri bebas dan
kritis. Masyarakat sipil terdiri dari aneka kekuatan dan gerakan yang membawa
dampak perubahan di sana sini.
Esensi dari sekolah adalah pendidikan dan pokok perkara
dalam pendidikan adalah belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah terutama adalah
menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan karakter yang
siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai untuk kepentingan
industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini perubahan-perubahan berlangsung
dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang
ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga
makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sedemikian pesat.
Ekonomi mengalami pasang dan surut berganti-ganti sulit diprediksi. Konstelasi
kekuatan-kekuatan politik juga berubah-ubah. Kita tak lagi hidup dengan
anggapan lama tentang dunia yang teratur harmonis. Sebaliknya setiap individu
sekarang menghadapi suatu keadaan yang cenderung tak teratur.
Kecenderungan chaos seperti ini harus dihadapi dan hanya
dapat dihadapi oleh orang-orang yang selalu siap untuk belajar hal-hal baru.
Bukanlah mereka yang bermental siap pakai yang akan dapat memanfaatkan dan
berhasil ikut mengarahkan perubahan-perubahan kontemporer melainkan mereka yang
pikirannya terbuka dan antusias pada hal-hal baru.
Oleh sebab itu sekolah, di tingkat manapun, yang tetap
menjalankan pendidikan dengan orientasi siap pakai untuk para pelajarnya tidak boleh
rusak akibat perubahan tetapi sebaliknya harus mampu menjadi pengemban misi
sebagai agent of changes tetapi sekedar consumers of changes. Dari sekolah
dengan pandangan siap pakai tidak akan dihasilkan orang-orang muda yang dengan
kecerdasannya berhasil memperbaiki kedudukannya dalam susunan sosial output
dari sekolah semacam itu hanya dua. Pertama, orang-orang muda yang terlahir
berada dan akan terus menduduki strata sosial tinggi, Kedua, para pemuda tak
berpunya yang akan tetap menelan kecewa karena ternyata mereka makin sulit naik
ke tangga sosial yang lebih tinggi dari orang tua mereka. Sekolah yang tetap
kukuh dengan prinsip-prinsip pedagogis, metode-metode pendidikan dan
teknik-teknik pengajaran yang bersemangat siap pakai hanya akan menjadi lembaga
reproduksi sosial bukan lembaga perubahan sosial. Indonesia perlu sekolah baru
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam
struktur dan fungsi masyarakat. Hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial:
Nilai-nilai sosial, Pola-pola perilaku, Organisasi, Lembaga kemasyarakatan,
Lapisan dalam masyarakat, Kekuasaan dan wewenang. Faktor Penyebab Perubahan
Sosial: Laju penduduk , Penemuan-penemuan baru, Pertentangan, Pemberontakan /
revolusi. Bentuk-bentuk perubahan sosial: Lambat & Cepat, Kecil &
Besar, Intended Change (perubahan yang di kehendaki) dan Uninted Change
(perubahan yang tidak di kehendaki).
Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi antara
manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan
media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya.
Pendidikan memiliki peran strategis dan vital bagi kelangsungan suatu bangsa.
Oleh perubahan yang gencar terjadi, pendidikan bisa menjadi korban. Pendidikan
yang kehilangan pijakan akan terbang mengikuti arah angin perubahan yang sedang
terjadi. Maka perubahan sosial yang terjadi baik itu mengangkut nilai-nilai
sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam
masyarakat, maupun berkaitan dengan kekuasaan dan wewenang (politik), harus
dihadapi dengan perubahan dalam dunia pendidikan. Pendidikan justru harus mampu
menjadi agen perubahan, bukan menjadi korban perubahan.
B.
Saran
dan Solusi
Dunia pendidikan harus memposisikan diri sebagai agen perubahan
(agent of changes). Pemahaman monokultur harus diarahkan pada multikultur (bdk.
Maliki, 2010:252). Harus disadari bahwa kehidupan itu majemuk dan semakin
majemuk, namun paradigma pendidikan belum berubah ke arah itu. Pendidikan di
Indonesia masih mengacu pada budaya, kehendak, keinginan tunggal. Kedua,
pendidikan harus memposisikan diri sebagai pelaku transformasi besar-besaran.
Pendidikan yang hanya diperuntukkan mencerdaskan otak harus
ditransformasikan ke dalam perspektif yang holistik yakni mencerdaskan perilaku
secara keseluruhan. Ketiga, pendidikan harus mampu mengkonstruk identitas
budaya bagi manusianya. Budaya kita adalah budaya plural.
Pendidikan multikultural akan efektif jika dalam tatakelola
pendidikan tidak hanya berorientasi out put, melainkan juga memperhatikan out
come. Dengan melihat out come berarti melihat kompetensi lulusan di tengah
kehidupan masyarakatnya, baik kompetensi kognitif, afektif maupun psikomotor.
Guna mencapai outcome yang nyata dan bermanfaat bagi masyarakat, pendidikan
multikultural harus ditransformasikan melalui pendekatan praksis. Pendidikan
tidak hanya dikemas dalam tatanan wacana dan diskursus melainkan memasuki
kehidupn nyata. Untuk itu penerapan model service learning antara peserta
didik, guru dan warga sekolah perlu digalakkan. Dengan service learning peserta
didik secara nyata membangun kehidupan yang damai, terbuka menghadapi
keanekaragaman, toleransi dan demokrati
Daftar Pustaka
Koento, Wibisono. 1983. Arti Perkembangan Menurut Filsafat
Positivisme Augus Comte. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
Maliki, Zainuddin. 2010. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Salam, Aprinus. 2007. Perubahan Sosial dan Pertanyaan
tentang Kearifan Lokal. Sumber : Jurnal Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 |
257-275 2 P3M STAIN Purwokerto dari: www.ibdajurnal.googlepages.com. diakses
tgl. 25 November 2010
Salim, Agus.2002. Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi
Metodologi Kasus Indonesia.Yogyakarta: Tiara Wacana.
Widodo, Slamet. 2008. Perspektif Teori tentang Perubahan
Sosial; Struktural Fungsional dan Psikologi Sosial. Dari
http://www.slametwidodo.com (diakses 27 Januari 2014)
http://Widodo_Slamet_2008/Perubahan_Sosial.com (diakses 27
Januari 2014)
http://learning-of.slametwidodo.com (diakses 27 Januari
2014)
http://sospol-fisip.blogspot.com/2012/06/makalah-pengaruh-perubahan-sosial-pada.html
(diakses 27 Januari 2014)
http://aminnatul-widyana.blogspot.com/2011/07/pendidikan-dan-perubahan-sosial.html
(diakses 8 Juli 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar