Rabu, 15 November 2017

MAKALAH TUNANETRA (PENJAS ADAKTIF PENJAS)

MAKALAH PENJAS ADAKTIF
“TUNANETRA”


                                                                                            
HIJRAH
1531041014
PENJAS KESREK D 


PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017

KATA PENGANTAR
                Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga tugas kelompok “penjas adaktif” dapat kami selesaikan sesuai waktu yang ditargetkan. Makalah ini kami susun untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai “tunanetra” serta sebagai bahan penilaian dalam menguji pemahan belajar kami..
            Kami  menyadari dalam makalah ini terdapat kekurangan ataupu kesalahan, untuk itu kami mohon kritik demi kesempuranaan makalah selanjutnya. Atas partisipasinya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum wr,wb.



Makassar, 02 November 2017
                                                                                                       Penyusun








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A      Latar Belakang................................................................................... 1
B       Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C       Tujuan................................................................................................ 2
D      Manfaat .............................................................................................  2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
1.      Pengertian Tunanetra......................................................................... 3
2.      Klasifikasi Anak Tunanetra............................................................... 5
3.      Dampak Ketunanetraan..................................................................... 8
4.      Kemampuan Bahasa Dan Berbica Anak Tunanetra........................... 11
5.      Penyesuain Social Anak Tunanetra.................................................... 13
6.      Kemampuan Membaca Anak Tunanetra............................................ 13
BAB III PENUTUP...................................................................................... 15
A      Kesimpulan........................................................................................ 15
B       Saran.................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 16



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan, namun dibalik kesempurnaan itu terdapat beberapa orang yang memiliki keterbatasan. Keterbatasan yang dimiliki individu tidak selamanya dipandang sebagai hal yang wajar sehingga  terdapat pihak yang berpandangan bahwa individu yang memiliki keterbatasan tidak sama dengan individu pada umumnya yang sempurna baik fisik maupun mentalnya.
            Pandangan yang tidak mewajarkan terhadap individu yang memiliki keterbatasan terjadi pada masa Renaissance, pada masa itu anak yang memiliki keterbatasan fisik maupun mental diperlakukan dengan buruk (dianggap sebagai manusia yang kerasukan roh jahat).
            Melalui undang-undang yang berlaku di Indonesia, anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbelakangan atau kelainan, baik dari segi fisik maupun mental dapat diwadahi melalui pelayanan pendidikan yang disesuaikan atau khusus. Seperti halnya salah satu kelainan fisik yang diderita oleh anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang memiliki keterbatasan penglihatan (tunanetra). Oleh karena itu, dalam makalah ini penyusun akan memaparkan mengenai“ Anak Tunanerta”.


B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan tunanetra ?
2.      Bagaimana klasifikasi anak tunanetra ?
3.      Bagaimana dampak ketunanetra ?
4.      Bagaimana kemampuan bahasa dan bicara anak tunanetra ?
5.      Bagaimana penyesuanian social anak tunanetra ?
6.      Bagaimana kemampuan membaca anak tunanetra ?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian tunanetra
2.      Mengetahui klasifikasi anak tunanetra.
3.      Mengetahui dampak ketunanetraan.
4.      Mengetahui kemampuan bahasa dan berbica anak tunanetra.
5.      Mengetahui penyesuain social anak tunanetra.
6.      Mengetahui kemampuan membaca anak tunanetra.
D.    Manfaat
            Bagi penulis : makalah ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan tentang pengertian tunanetra, klasifikasi anak tunanetra, dan karakteristik anak tunanetra. Selain itu juga untuk melatih membuat makalah yang baik dan benar. Bagi pembaca :  dengan membaca makalah ini tentunya akan menambah pengetahuan mereka mengenai topik yang dibicarakan dan diharapkan nantinya mampu membagi pengetahuan mereka kepada orang lain.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian tunanetra
            Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan kepada seseorang dengankondisi mengalami gangguan atau hambatan penglihatan. Menurut Conor (dalam Nawawi, 2009), tunanetra mempunyai batasan dalam penglihatan. Batasan tunanetradari kacamata medis apabila ketajaman penglihatannya tidak lebih dari 20/20 meskipunmenggunakan kacamata pembesar dan bidang penglihatannya tidak melebihi sudut pandang 20 derajat. Batasan penglihatan untuk anak tunanetra dalam bidang pendidikanlebih memfokuskan pada pentingnya fungsi penglihatan terhadap proses pendidikan,seperti tidak dapat secara optimal menyesuaikan metode , materi pelajaran danlingkungan belajar yang umumnya dapat digunakan oleh orang yang melihat.Secara umum ketunanetraan atau hambatan penglihatan (visual impairment) dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori besar, yaitu buta total (totally blind) dan kurang lihat (Low Vision) (Friend dalam Nawawi, 2010). Seorang yang mengalami low vision menurut WHO apabila: a) memiliki kelainan penglihatan meskipun telahdilakukan usaha pengobatan, b) mempunyai ketajaman penglihatan kurang dari 6/18ketajaman cahaya, c) luas penglihatannya kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi.Seseorang dikatakan
low visionjika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas visual, namun dapat meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugastersebut dengan menggunakan strategi visual pengganti, alat-alat bantu low vision dan modifikasi lingkungan (Corn dan Koenig dalam Nawawi, dkk, 2009). Orang yang termasuk low vision adalah mereka yang mengalami hambatanvisual ringan sampai berat. Seseorang dikatakan menyandang low vision atau kuranglihat apabila ketunanetraannya masih cenderung memfungsikan indera penglihatannyadalam melakukan kegiatan sehari-hari. Saluran utama yang dipergunakannya dalam belajar adalah penglihatan dengan mempergunakan alat bantu, baik yangdirekomendasikan oleh dokter maupun tidak. Jenis huruf yang dipergunakan sangat bervariasi tergantung pada sisa penglihatan dan alat bantu yang dipergunakannya.Latihan orientasi dan mobilitas diperlukan oleh siswa low vision untuk mempergunakansisa penglihatannya.
Totaly Blind (buta total) adalah seseornag yang memiliki hambatan/ tidak  berfungsinya indera penglihatan, dimana mata tidak mampu mengolah rangsangancahaya atau dalam istilah kedokteran disebut dengan visus 0, yaitu tidak dapat melihatdan tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang satu meter (Anonim, (t.th)).Menurut Huebner, Blindness (kebutaan) menunjuk pada seseorang yang tidak mampumelihat atau hanya memiliki persepsi cahaya (Friend, 2005 dalam Nawawi, 2009).Seseorang dikatakan buta
(blind) jika mengalami hambatan visual yang sangat beratatau bahkan tidak dapat melihat sama sekali. Kadang-kadang di lingkungan sekolah juga digunakan istilah functionally blind atau educationally blind untuk kategorikebutaan ini. Penyandang buta total mempergunakan kemampuan perabaan an pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar. Orang seperti ini biasanyamempergunakan huruf Braille sebagai media membaca dan memerlukan latihanorientasi dan mobilitas (Nawawi, 2009).Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa tunanetra adalah seseorangyang karena sesuatu hal tidak dapat menggunakan matanya sebagai saluran utamadalam memperoleh informasi dari lingkungannya. Adanya ketunanetraan padaseseorang, secara otomatis ia akan mengalami keterbatasan. Keterbatasan itu adalah dalam hal:
1.      memperolah informasi dan pengalaman baru,
2.      dalam interaksidengan lingkungan, dan
(3) dalam bergerak serta berpindah tempat (mobilitas).
Olehkarena itu, dalam perkembangannya seorang anak tunanetra mengalami hambatan atausedikit terbelakang mobilitasnya bila dibandingkan dengan anak normal yang awas

B.     Klasifikasi Anak Tunanetra
Klasifikasi tunanetra secara garis besar dibagi empat yaitu:
1.      Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan
a.       Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
b.      Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c.       Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
d.      Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e.       dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
2.      Berdasarkan kemampuan daya penglihatan
a.       Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
b.      Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c.       Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
3.      Berdasarkan pemeriksaan klinis
a.       Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
b.      Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.
4.      Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata
a.       Myopia adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
b.      Hyperopia adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
c.       Astigmatisme adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.



C.    Dampak Ketunanetraan
1.      Dampak terhadap Kognisi
      Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyek-obyek yang diorganisasikannya secara selektif. Respon individu terhadap orang dan obyek tergantung pada bagaimana orang dan obyek tersebut tampak dalam dunia kognitifnya. Setiap orang mempunyai citra dunianya masing-masing karena citra tersebut merupakan produk yang ditentukan oleh factor-faktor berikut:
a.       Lingkungan fisik dan sosisalnya.
b.      struktur fisiologisnya
c.       keinginan dan tujuannya
d.      pengalaman-pengalaman masa lalunya.
      Dari keempat factor yang menentukan kognisi individu tunanetra menyandang kelainan dalam struktur fisiologisnya, dan mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan dengan indera-indera lainnya untuk mempersepsi lingkungannya. Banyak di antara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi orang awas mereka tentang dunia ini sejauh mungkin berbeda dari konsepsi orang awaspada  umumnya.
2.      Dampak terhadap Keterampilaan Sosial
      Peran orang tua sangat penting dalam perkemabangan anak tunanetra. Akibat ketunaan yang dialami tidak jarang orang tua merasa malu dan tidak menerima keadaan yang dialami oleh sang anak. Tidak jarang hal ini sering menimbulkan permasalahan pada kedua orang tuanya, dan bisa memicu perceraian. Namun jika kedua orang ua bisa saling menerima keadaan sang anak itu bisa berdampak baik pada perkembangan si anak sendiri. Pada umumnya orang tua akan mengalami masa duka akibat kehilangan anaknya yang “normal” itu dalam tiga tahap; tahap penolakan, tahap penyesalan, dan akhirnya tahap penerimaan, meskipun untuk orang tua tertentu penerimaan itu mungkin akan tercapai setelah bertahun-tahun. Proses “duka cita” ini merupakan proses yang umum terjadi pada orang tua anak penyandang semua jenis kecacatan. Sikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan di antara mereka (ayah dan ibu) dan hubungan mereka dengan anak itu, dan hubungan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan social anak.
3.      Dampak terhadap Bahasa
      Pada dasarnya perkembangan bahasa pada anak tunanetra tidak jauh berbeda dengan anak awas pada umumnya. Mereka bisa berkomunikasi dengan baik dengan mereka yang awas. Dalam belajar berkomunikasi mereka sama-sama mendengarkan.
4.      Dampak terhadap Orientasi dan Mobilitas
      Kemampuan yang paling berpengaruh pada tuna netra adalah pada saat bermobilitas yaitu kemampuan bergerak secara leluasa.  Ketrampilan mobilitas ini sangat terkait dengan kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara satu obyek dengan obyek lainnya di dalam lingkungan (Hill dan Ponder,1976). Para pakar dalam bidang orientasi dan mobilitas telah merumuskan dua cara yang dapat ditempuh oleh individu tunanetra untuk memproses informasi tentang lingkungannya, yaitu dengan metode urutan (sequncial mode) menggambarkan keadaan sekitar dengan titik-titik lingkungan tersebut secara berurutan. Ataupun dengan peta konsep yakni  gambar antopografis tentang hubungan secara umum antara berbagai titik di dalam lingkungan.. Metode peta kognitif lebih direkomendasikan karena cara tersebut menawarkan fleksibilitas yang lebih baik dalam menavigasi lingkungan. Akan tetapi, metode konseptualisasi ruang apapun , metode urutan ataupun metode peta kognitif- individu tunanetra tetap berkekurangan dalam bidang mobilitas dibandingkan dengan sebayanya yang awas.
      Untuk membentuk mobilitas itu, alat bantu yang umum dipergunakan oleh orang tuna netra di Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak negara barat penggunaan anjing penuntun (guide dog) juga populer. Dan penggunaan alat elektronik untuk membantu orientasi dan mobilitas individu tunanetra masih terus dikembangkan. Agar anak tuna netra memiliki rasa percaya diri untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya bersosialisasi, mereka harus memperoleh latihan orientasi dan mobilitas


D.    Kemampuan Bahasa Dan Berbicara Anak Tunanetra
            Anak yang sejak lahir mengalami tunanetra beratakan kesulitan untuk belajar ahasa sebab sebagian besar proses pembelajaran bahasa dan bicara pada anak melalui imitasi dan penglihatan yang diobservasi dari lingkungannya. Atas dasar itulah, perkembangan bahasa anak yang mengalami ketunanetraan sejak lahir, konsep perbendaharaan kata yang dimiliki lebih lambat dibandingkan dengan anak normal, sebab anak tunanetra hanya mengenal nama-nama tanpa mempunyai pengalaman untuk memahami hakikat secara langsung objeknya, interprestasinya  hanya menurut gagasannya, dan cenderung verbalistik.
            Kehilangan seluruh atau sebagian fungsi penglihatan pada anak tunanetra akan menimbulkan dampak negative atas kemampuannya yang lain, kemampuan mendayagunakan kemamppuan fisiknya yang lain, seperti pengembangan fungsi psikis dan penyesuaian sosial. Perkembangan bahasa anak tunanetra sebagai berikut :
1.      Awal mula perkembangan bahasa pada anak yang mengalami hambatan dalam penglihatan sama dengan anak awas lainnya, dimulai dengan mengucapkan bunyi-bunyi vokal pada usia sekitar 8 minggu.
2.      Mulai mengoceh sampai usia 12 minggu
3.       Mulai mengucapkan suku kata sampai usia 28 minggu
4.      Mulai mengucapkan kata yang bermakna dan mulai meniru bunyi pengucapan kata sampai usia 48 minggu.
5.      Mulai memahami banyak kata yang bermakan sampai satu tahun.
           
            Setelah melewati usia 1 tahun, anak yang mengalami hambatan visual akan menunjukkan perkembangan bahasa yang lambat, karena keterbatasan untuk mengobservasi dan memadukan secara simultan antara bunyi kata, makna bunyi kata, dan objek yang memiliki makna bunyi kata ybs. Konsekwensinya anak akan kehilangan berbagai stimulasi untuk merangsang perkembangan bahasanya.             Dalam melakukan dialog dengan orang lain, anak yang mengalami hambatan visual akan kesulitan untuk mengembangakan pembicaraan, karena keterbatasan objek pembicaraan, sehingga anak kehilangan banyak kesempatan untuk mengembangkan kemampuan bahasanya.
            Stingfield (1963) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa tidak sedikit anak tunanetra yang menunjukan gangguan bahasa dan bicara. Baik gangguan bicara yang bersifat organis maupun fungsional. Gangguan bicara yang bersifat organis penyebabnya adalah gangguan pada lidah, langit-langit lembut, dan organ-organ artikulasinya. Sedangkan gangguan bicara sebab fungsional, penyebabnya adalah regresi, egois, gembira yang berlebihan, rendah diri, dan kompensasi yang berlebihan. Bentuk-bentuk gangguan bahasa dan bicara yang seringkali terjadi pada anak tunanetra meliputi kesalahan ucap, pelat, dan gagap. Frekuensi terbesar gangguan bicara pada anak tunanetra disebakan rusaknya organ bicara.


E.     Penyesuaian Sosial Anak Tunanetra
            Lingkungan (keluarga, masyarakat, sekolah) berperan dalam membantu anak tunanetra untuk mengeliminasi potensi masalah yang dapat menghambat perkembangan psiko-sosial anak tunanetra akibat keterbatasan kemampuannya. Jika lingkungan dapat memberikan kesempatan untuk berbuat, serta membantu anak tunanetra untuk melakukan penyesuaian sosial yang sebaik-baiknya, niscaya perkembangan kepribadian anak tunanetra tidak berbeda sebagaimana layaknya anak normal lainnya.
            Peran pendidik sangat penting dalam penyesuaian sosial anak tunanetra.Peran pendidik selain mengarahkan dan membina pengetahuan anak tunanetra tentang kenyataan yang ada disekitarnya, juga menumbuhkan kepercayaan diri serta menanamkan perasaan bahwa dirinya dapat diakui dan diterima oleh lingkungannya.

F.     Kemampuan Membaca Anak Tunanetra
            Anak tunanetra dalam belajar membaca menggunakan cara yang khusus, yakni menggunakan huruf-huruf yang diciptakan oleh braille. Sebelum ditemukan huruf braille, pengajaran membaca pada anak tunanetra sempat dicoa dengan menggunakan huruf latin yang dibuat timbul, namun hal ini rupanya kurang efektif dan efisien. Huruf braille yang digunakan sebagai pengganti huruf latin, terdiri atas titik-titik yang ditumbulkan dan dibaca dengan jari-jari. Huruf braille tersusun dari enam buah titik, dua dalam posisi vertical dan tiga dalam posisi horizontal.
            Penggunaan jari-jari sebagai alat pembaca huruf braille, Burken (1932) dalam penelitiannya menyimpulkan, bahwa jari-jari yang dominan dalam membaca braille adalah telunjuk dan jari tengah. Cara membacanya yakni gerakan naik turun dan horizontal, boleh juga dengan memutar. Membaca braille dengan tangan kanan lebih efisien daripada membaca braille dengan tangan kiri, serta membaca braille dengan diam lebih cepat daripada membaca dengan oral.












BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Tunanetra artinya rusaknya penglihatan.Tes yang digunakan untukmengetahui ketunanetraan disebut snellen card. Pembendaharaan kosakata pada anak tunanetra diperoleh dari dalam dirinya sendiri dan orang lain. Masalah-masalah yang dihadapi anak tunanetra sangat beragam termasuk dalam ruang lingkup pendidikan, sosial, emosi, kesehatan, pengajaran mencakup kesulitan dalam proses belajar anak, orientasi dan mobilitas serta kebiasaan diri, gangguan emosi, penyesuaian diri, keterampilan dan pekerjaan, ketergantungan diri dan penggunaan waktu senggang.
B.     Saran
            Setelah mengetahui beberapa hal tentang ketunanetraan, kami memeberikan saran, setelah mengetahui faktor-faktor penyebab ketunanetraan, sebaiknya keluarga, masyarakat dan tenaga pengajar cepat tanggap dalam menanggulangi ketunanetraan berdasarkan pada faktor penyebabnya.Masalah anak tunanetra berupa masalah pendidikan, sosial, emosi, kesehatan, pengisian waktu luang, maupun pekerjaan.Semua masalah tersebut dapat diantisipasi dengan memberikan layanan pendidikan, arahan, bimbingan, latihan, dan kesempatan yang luas kepada anak tunanetra.

DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Mohammad. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak                                                  Berkelainan. Jakarta:    PT Bumi Aksara.
Fitriyah, Chusniatul & Rahayu, Siti Azizah. (2013). Konsep Diri pada Remaja                        Tunanetra di Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB) Surabaya.                              Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Hidayat, dkk. (2006). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI                        PRESS.
http://ririsagustin.blogspot.co.id/2012/05/tunanetra.html
https://devianggraeni90.wordpress.com/2010/02/17/anak-tunanetra/ 
Mestika, Puti Addina. Sarana Bantu Atletik Lari Tunanetra dengan Sistem                             Kerja Line Follower. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
T. Sutjihati Somantri, M.Si., psi. (2007). “Psikologi Anak Luar Biasa”.                                    Karakteristik dan Masalah Perkembangan Anak Tunanetra, 65-91.                                    Bandung: PT. Refika Aditama.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makalah media pembelajaran

  BAB I PENDAHULUAN   A.     Latar Belakang             Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan yang s...