MAKALAH
PENJAS ADAKTIF
“TUNANETRA”
HIJRAH
1531041014
PENJAS KESREK D
PENDIDIKAN
JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
FAKULTAS
ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nyalah sehingga tugas kelompok “penjas adaktif” dapat kami selesaikan
sesuai waktu yang ditargetkan. Makalah ini kami susun untuk memberikan informasi
kepada pembaca mengenai “tunanetra” serta sebagai bahan penilaian dalam menguji
pemahan belajar kami..
Kami menyadari dalam makalah ini terdapat
kekurangan ataupu kesalahan, untuk itu kami mohon kritik demi kesempuranaan
makalah selanjutnya. Atas partisipasinya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum wr,wb.
Makassar, 02
November 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................
1
A Latar
Belakang...................................................................................
1
B Rumusan
Masalah..............................................................................
2
C Tujuan................................................................................................
2
D Manfaat
............................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN.............................................................................
3
1. Pengertian
Tunanetra.........................................................................
3
2. Klasifikasi
Anak Tunanetra...............................................................
5
3. Dampak
Ketunanetraan.....................................................................
8
4. Kemampuan
Bahasa Dan Berbica Anak Tunanetra........................... 11
5. Penyesuain
Social Anak Tunanetra.................................................... 13
6. Kemampuan
Membaca Anak Tunanetra............................................ 13
BAB
III PENUTUP......................................................................................
15
A Kesimpulan........................................................................................
15
B Saran..................................................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
16
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan, namun dibalik
kesempurnaan itu terdapat beberapa orang yang memiliki keterbatasan. Keterbatasan
yang dimiliki individu tidak selamanya dipandang sebagai hal yang
wajar sehingga terdapat pihak yang berpandangan bahwa
individu yang memiliki keterbatasan tidak sama dengan individu pada umumnya
yang sempurna baik fisik maupun mentalnya.
Pandangan
yang tidak mewajarkan terhadap individu yang memiliki keterbatasan terjadi pada
masa Renaissance, pada masa itu anak yang memiliki keterbatasan fisik
maupun mental diperlakukan dengan buruk (dianggap sebagai manusia yang
kerasukan roh jahat).
Melalui
undang-undang yang berlaku di Indonesia, anak berkebutuhan khusus yang memiliki
keterbelakangan atau kelainan, baik dari segi fisik maupun mental dapat
diwadahi melalui pelayanan pendidikan yang disesuaikan atau khusus. Seperti
halnya salah satu kelainan fisik yang diderita oleh anak berkebutuhan khusus
yaitu anak yang memiliki keterbatasan penglihatan (tunanetra). Oleh karena itu,
dalam makalah ini penyusun akan memaparkan mengenai“ Anak Tunanerta”.
B.
Rumusan
masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan tunanetra ?
2. Bagaimana
klasifikasi anak tunanetra ?
3. Bagaimana
dampak ketunanetra ?
4. Bagaimana
kemampuan bahasa dan bicara anak tunanetra ?
5. Bagaimana
penyesuanian social anak tunanetra ?
6. Bagaimana
kemampuan membaca anak tunanetra ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian tunanetra
2. Mengetahui
klasifikasi anak tunanetra.
3. Mengetahui
dampak ketunanetraan.
4. Mengetahui
kemampuan bahasa dan berbica anak tunanetra.
5. Mengetahui
penyesuain social anak tunanetra.
6. Mengetahui
kemampuan membaca anak tunanetra.
D.
Manfaat
Bagi penulis : makalah
ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan tentang pengertian tunanetra,
klasifikasi anak tunanetra, dan karakteristik anak tunanetra. Selain itu juga
untuk melatih membuat makalah yang baik dan benar. Bagi pembaca : dengan membaca makalah ini tentunya akan
menambah pengetahuan mereka mengenai topik yang dibicarakan dan diharapkan
nantinya mampu membagi pengetahuan mereka kepada orang lain.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
tunanetra
Tunanetra
adalah istilah umum yang digunakan kepada seseorang dengankondisi mengalami
gangguan atau hambatan penglihatan. Menurut Conor (dalam Nawawi, 2009),
tunanetra mempunyai batasan dalam penglihatan. Batasan tunanetradari kacamata
medis apabila ketajaman penglihatannya tidak lebih dari 20/20
meskipunmenggunakan kacamata pembesar dan bidang penglihatannya tidak melebihi
sudut pandang 20 derajat. Batasan penglihatan untuk anak tunanetra dalam bidang
pendidikanlebih memfokuskan pada pentingnya fungsi penglihatan terhadap proses
pendidikan,seperti tidak dapat secara optimal menyesuaikan metode , materi
pelajaran danlingkungan belajar yang umumnya dapat digunakan oleh orang yang
melihat.Secara umum ketunanetraan atau hambatan penglihatan (visual impairment)
dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori besar, yaitu buta total (totally blind) dan kurang lihat (Low Vision) (Friend dalam Nawawi, 2010).
Seorang yang mengalami low vision menurut
WHO apabila: a) memiliki kelainan penglihatan meskipun telahdilakukan usaha
pengobatan, b) mempunyai ketajaman penglihatan kurang dari 6/18ketajaman
cahaya, c) luas penglihatannya kurang dari 10 derajat dari titik
fiksasi.Seseorang dikatakan
low visionjika mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan tugas-tugas visual, namun dapat meningkatkan kemampuan
dalam menyelesaikan tugas-tugastersebut dengan menggunakan strategi visual
pengganti, alat-alat bantu low vision
dan modifikasi lingkungan (Corn dan Koenig dalam Nawawi, dkk, 2009). Orang yang
termasuk low vision adalah mereka yang mengalami hambatanvisual ringan sampai
berat. Seseorang dikatakan menyandang low vision atau kuranglihat apabila
ketunanetraannya masih cenderung memfungsikan indera penglihatannyadalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Saluran utama yang dipergunakannya dalam
belajar adalah penglihatan dengan mempergunakan alat bantu, baik
yangdirekomendasikan oleh dokter maupun tidak. Jenis huruf yang dipergunakan
sangat bervariasi tergantung pada sisa penglihatan dan alat bantu yang
dipergunakannya.Latihan orientasi dan mobilitas diperlukan oleh siswa low
vision untuk mempergunakansisa penglihatannya.
Totaly
Blind (buta total) adalah seseornag yang memiliki
hambatan/ tidak berfungsinya indera
penglihatan, dimana mata tidak mampu mengolah rangsangancahaya atau dalam
istilah kedokteran disebut dengan visus 0, yaitu tidak dapat melihatdan tidak
dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang satu meter (Anonim,
(t.th)).Menurut Huebner, Blindness (kebutaan) menunjuk pada seseorang yang
tidak mampumelihat atau hanya memiliki persepsi cahaya (Friend, 2005 dalam
Nawawi, 2009).Seseorang dikatakan buta
(blind) jika mengalami hambatan
visual yang sangat beratatau bahkan tidak dapat melihat sama sekali. Kadang-kadang
di lingkungan sekolah juga digunakan istilah functionally blind atau educationally
blind untuk kategorikebutaan ini. Penyandang buta total mempergunakan
kemampuan perabaan an pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar. Orang
seperti ini biasanyamempergunakan huruf Braille sebagai media membaca dan memerlukan
latihanorientasi dan mobilitas (Nawawi, 2009).Berdasarkan uraian di atas dapat
dikatakan bahwa tunanetra adalah seseorangyang karena sesuatu hal tidak dapat
menggunakan matanya sebagai saluran utamadalam memperoleh informasi dari
lingkungannya. Adanya ketunanetraan padaseseorang, secara otomatis ia akan
mengalami keterbatasan. Keterbatasan itu adalah dalam hal:
1. memperolah
informasi dan pengalaman baru,
2. dalam
interaksidengan lingkungan, dan
(3) dalam bergerak serta berpindah
tempat (mobilitas).
Olehkarena itu, dalam
perkembangannya seorang anak tunanetra mengalami hambatan atausedikit
terbelakang mobilitasnya bila dibandingkan dengan anak normal yang awas
B.
Klasifikasi
Anak Tunanetra
Klasifikasi tunanetra secara garis
besar dibagi empat yaitu:
1. Berdasarkan
waktu terjadinya ketunanetraan
a. Tunanetra
sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.
b. Tunanetra
setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c. Tunanetra
pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan
visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
d. Tunanetra
pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu
melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e. dalam
usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian
diri.
2. Berdasarkan
kemampuan daya penglihatan
a. Tunanetra
ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam
penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan
dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
b. Tunanetra
setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya
penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan
biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c. Tunanetra
berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
3. Berdasarkan
pemeriksaan klinis
a. Tunanetra
yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang
penglihatan kurang dari 20 derajat.
b. Tunanetra
yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200
yang dapat lebih baik melalui perbaikan.
4. Berdasarkan
kelainan-kelainan pada mata
a. Myopia
adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang
retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu
proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan
lensa negatif.
b. Hyperopia
adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan
retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu
proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan
lensa positif.
c. Astigmatisme
adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena
ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata
sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh
pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme
digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.
C.
Dampak
Ketunanetraan
1.
Dampak
terhadap Kognisi
Kognisi adalah
persepsi individu tentang orang lain dan obyek-obyek yang diorganisasikannya
secara selektif. Respon individu terhadap orang dan obyek tergantung pada
bagaimana orang dan obyek tersebut tampak dalam dunia kognitifnya. Setiap orang
mempunyai citra dunianya masing-masing karena citra tersebut merupakan produk
yang ditentukan oleh factor-faktor berikut:
a.
Lingkungan
fisik dan sosisalnya.
b.
struktur
fisiologisnya
c.
keinginan
dan tujuannya
d.
pengalaman-pengalaman
masa lalunya.
Dari keempat
factor yang menentukan kognisi individu tunanetra menyandang kelainan dalam
struktur fisiologisnya, dan mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan
dengan indera-indera lainnya untuk mempersepsi lingkungannya. Banyak di antara
mereka tidak pernah mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi orang awas
mereka tentang dunia ini sejauh mungkin berbeda dari konsepsi orang awaspada umumnya.
2.
Dampak
terhadap Keterampilaan Sosial
Peran orang tua
sangat penting dalam perkemabangan anak tunanetra. Akibat ketunaan yang dialami
tidak jarang orang tua merasa malu dan tidak menerima keadaan yang dialami oleh
sang anak. Tidak jarang hal ini sering menimbulkan permasalahan pada kedua
orang tuanya, dan bisa memicu perceraian. Namun jika kedua orang ua bisa saling
menerima keadaan sang anak itu bisa berdampak baik pada perkembangan si anak
sendiri. Pada umumnya orang tua akan mengalami masa duka akibat kehilangan
anaknya yang “normal” itu dalam tiga tahap; tahap penolakan, tahap penyesalan,
dan akhirnya tahap penerimaan, meskipun untuk orang tua tertentu penerimaan itu
mungkin akan tercapai setelah bertahun-tahun. Proses “duka cita” ini merupakan
proses yang umum terjadi pada orang tua anak penyandang semua jenis kecacatan.
Sikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan di antara mereka
(ayah dan ibu) dan hubungan mereka dengan anak itu, dan hubungan tersebut pada
gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan social anak.
3.
Dampak
terhadap Bahasa
Pada dasarnya
perkembangan bahasa pada anak tunanetra tidak jauh berbeda dengan anak awas
pada umumnya. Mereka bisa berkomunikasi dengan baik dengan mereka yang awas.
Dalam belajar berkomunikasi mereka sama-sama mendengarkan.
4.
Dampak
terhadap Orientasi dan Mobilitas
Kemampuan yang
paling berpengaruh pada tuna netra adalah pada saat bermobilitas yaitu
kemampuan bergerak secara leluasa. Ketrampilan mobilitas ini sangat
terkait dengan kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami hubungan
lokasi antara satu obyek dengan obyek lainnya di dalam lingkungan (Hill dan
Ponder,1976). Para pakar dalam bidang orientasi dan mobilitas telah merumuskan
dua cara yang dapat ditempuh oleh individu tunanetra untuk memproses informasi
tentang lingkungannya, yaitu dengan metode urutan (sequncial mode) menggambarkan
keadaan sekitar dengan titik-titik lingkungan tersebut secara berurutan.
Ataupun dengan peta konsep yakni gambar antopografis tentang
hubungan secara umum antara berbagai titik di dalam lingkungan.. Metode
peta kognitif lebih direkomendasikan karena cara tersebut menawarkan
fleksibilitas yang lebih baik dalam menavigasi lingkungan. Akan tetapi,
metode konseptualisasi ruang apapun , metode urutan ataupun metode peta
kognitif- individu tunanetra tetap berkekurangan dalam bidang mobilitas dibandingkan
dengan sebayanya yang awas.
Untuk membentuk
mobilitas itu, alat bantu yang umum dipergunakan oleh orang tuna netra di
Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak negara barat penggunaan anjing
penuntun (guide dog) juga populer. Dan penggunaan alat elektronik untuk
membantu orientasi dan mobilitas individu tunanetra masih terus dikembangkan.
Agar anak tuna netra memiliki rasa percaya diri untuk bergerak secara leluasa
di dalam lingkungannya bersosialisasi, mereka harus memperoleh latihan
orientasi dan mobilitas
D.
Kemampuan
Bahasa Dan Berbicara Anak Tunanetra
Anak
yang sejak lahir mengalami tunanetra beratakan kesulitan untuk belajar ahasa
sebab sebagian besar proses pembelajaran bahasa dan bicara pada anak melalui
imitasi dan penglihatan yang diobservasi dari lingkungannya. Atas dasar itulah,
perkembangan bahasa anak yang mengalami ketunanetraan sejak lahir, konsep
perbendaharaan kata yang dimiliki lebih lambat dibandingkan dengan anak normal,
sebab anak tunanetra hanya mengenal nama-nama tanpa mempunyai pengalaman untuk
memahami hakikat secara langsung objeknya, interprestasinya hanya menurut
gagasannya, dan cenderung verbalistik.
Kehilangan
seluruh atau sebagian fungsi penglihatan pada anak tunanetra akan menimbulkan
dampak negative atas kemampuannya yang lain, kemampuan mendayagunakan
kemamppuan fisiknya yang lain, seperti pengembangan fungsi psikis dan
penyesuaian sosial. Perkembangan bahasa anak tunanetra sebagai berikut :
1. Awal
mula perkembangan bahasa pada anak yang mengalami hambatan dalam penglihatan
sama dengan anak awas lainnya, dimulai dengan mengucapkan bunyi-bunyi vokal
pada usia sekitar 8 minggu.
2. Mulai
mengoceh sampai usia 12 minggu
3. Mulai
mengucapkan suku kata sampai usia 28 minggu
4. Mulai
mengucapkan kata yang bermakna dan mulai meniru bunyi pengucapan kata sampai
usia 48 minggu.
5. Mulai
memahami banyak kata yang bermakan sampai satu tahun.
Setelah
melewati usia 1 tahun, anak yang mengalami hambatan visual akan menunjukkan
perkembangan bahasa yang lambat, karena keterbatasan untuk mengobservasi dan
memadukan secara simultan antara bunyi kata, makna bunyi kata, dan objek yang
memiliki makna bunyi kata ybs. Konsekwensinya anak akan kehilangan berbagai
stimulasi untuk merangsang perkembangan bahasanya. Dalam melakukan dialog dengan orang lain, anak yang
mengalami hambatan visual akan kesulitan untuk mengembangakan pembicaraan,
karena keterbatasan objek pembicaraan, sehingga anak kehilangan banyak
kesempatan untuk mengembangkan kemampuan bahasanya.
Stingfield
(1963) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa tidak sedikit anak tunanetra yang
menunjukan gangguan bahasa dan bicara. Baik gangguan bicara yang bersifat
organis maupun fungsional. Gangguan bicara yang bersifat organis penyebabnya
adalah gangguan pada lidah, langit-langit lembut, dan organ-organ
artikulasinya. Sedangkan gangguan bicara sebab fungsional, penyebabnya adalah
regresi, egois, gembira yang berlebihan, rendah diri, dan kompensasi yang
berlebihan. Bentuk-bentuk gangguan bahasa dan bicara yang seringkali terjadi
pada anak tunanetra meliputi kesalahan ucap, pelat, dan gagap. Frekuensi
terbesar gangguan bicara pada anak tunanetra disebakan rusaknya organ bicara.
E.
Penyesuaian
Sosial Anak Tunanetra
Lingkungan
(keluarga, masyarakat, sekolah) berperan dalam membantu anak tunanetra untuk
mengeliminasi potensi masalah yang dapat menghambat perkembangan psiko-sosial
anak tunanetra akibat keterbatasan kemampuannya. Jika lingkungan dapat
memberikan kesempatan untuk berbuat, serta membantu anak tunanetra untuk
melakukan penyesuaian sosial yang sebaik-baiknya, niscaya perkembangan
kepribadian anak tunanetra tidak berbeda sebagaimana layaknya anak normal
lainnya.
Peran
pendidik sangat penting dalam penyesuaian sosial anak tunanetra.Peran pendidik
selain mengarahkan dan membina pengetahuan anak tunanetra tentang kenyataan
yang ada disekitarnya, juga menumbuhkan kepercayaan diri serta menanamkan
perasaan bahwa dirinya dapat diakui dan diterima oleh lingkungannya.
F.
Kemampuan
Membaca Anak Tunanetra
Anak
tunanetra dalam belajar membaca menggunakan cara yang khusus, yakni menggunakan
huruf-huruf yang diciptakan oleh braille. Sebelum ditemukan huruf braille,
pengajaran membaca pada anak tunanetra sempat dicoa dengan menggunakan huruf
latin yang dibuat timbul, namun hal ini rupanya kurang efektif dan efisien.
Huruf braille yang digunakan sebagai pengganti huruf latin, terdiri atas
titik-titik yang ditumbulkan dan dibaca dengan jari-jari. Huruf braille
tersusun dari enam buah titik, dua dalam posisi vertical dan tiga dalam posisi
horizontal.
Penggunaan
jari-jari sebagai alat pembaca huruf braille, Burken (1932) dalam penelitiannya
menyimpulkan, bahwa jari-jari yang dominan dalam membaca braille adalah
telunjuk dan jari tengah. Cara membacanya yakni gerakan naik turun dan
horizontal, boleh juga dengan memutar. Membaca braille dengan tangan kanan
lebih efisien daripada membaca braille dengan tangan kiri, serta membaca
braille dengan diam lebih cepat daripada membaca dengan oral.
BAB
II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tunanetra
artinya rusaknya penglihatan.Tes yang digunakan untukmengetahui ketunanetraan
disebut snellen card. Pembendaharaan kosakata pada anak tunanetra
diperoleh dari dalam dirinya sendiri dan orang lain. Masalah-masalah yang
dihadapi anak tunanetra sangat beragam termasuk dalam ruang lingkup pendidikan,
sosial, emosi, kesehatan, pengajaran mencakup kesulitan dalam proses belajar
anak, orientasi dan mobilitas serta kebiasaan diri, gangguan emosi, penyesuaian
diri, keterampilan dan pekerjaan, ketergantungan diri dan penggunaan waktu
senggang.
B.
Saran
Setelah
mengetahui beberapa hal tentang ketunanetraan, kami memeberikan saran, setelah
mengetahui faktor-faktor penyebab ketunanetraan, sebaiknya keluarga, masyarakat
dan tenaga pengajar cepat tanggap dalam menanggulangi ketunanetraan berdasarkan
pada faktor penyebabnya.Masalah anak tunanetra berupa masalah pendidikan,
sosial, emosi, kesehatan, pengisian waktu luang, maupun pekerjaan.Semua masalah
tersebut dapat diantisipasi dengan memberikan layanan pendidikan, arahan,
bimbingan, latihan, dan kesempatan yang luas kepada anak tunanetra.
DAFTAR
PUSTAKA
Efendi,
Mohammad. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Fitriyah,
Chusniatul & Rahayu, Siti Azizah. (2013). Konsep Diri pada Remaja Tunanetra di Yayasan
Pendidikan Anak Buta (YPAB) Surabaya. Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Hidayat,
dkk. (2006). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI PRESS.
http://ririsagustin.blogspot.co.id/2012/05/tunanetra.html
https://devianggraeni90.wordpress.com/2010/02/17/anak-tunanetra/
Mestika,
Puti Addina. Sarana Bantu Atletik Lari Tunanetra dengan Sistem Kerja Line Follower.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
T.
Sutjihati Somantri, M.Si., psi. (2007). “Psikologi Anak Luar Biasa”. Karakteristik
dan Masalah Perkembangan Anak Tunanetra, 65-91. Bandung: PT. Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar